Indonesia adalah negara dengan kekayaan kuliner yang luar biasa. Keberadaan berbagai jenis rempah-rempah yang tumbuh subur menjadi salah satu faktor yang mendukung kekayaan tersebut, selain juga menjadi penyebab orang-orang dari Eropa sana jauh-jauh menjajah Indonesia. Salah satu tempat dengan kuliner menarik yang khas dengan kekayaan bumbunya adalah Bandar Aceh. Jika kamu adalah penikmat bumbu, kuliner di Banda Aceh adalah surga.
Di hampir setiap sudut banyak ditemukan tempat makan, baik warung kaki lima hingga restoran yang bisa ditemukan saat di Banda Aceh. Provinsi yang terkenal dengan sebutan Serambi Mekah ini memang memiliki ragam kuliner yang menggugah selera. Nah, buat kamu yang sedang berkunjung ke Kota Banda Aceh, nggak ada salahnya lho untuk mencoba 7 kuliner khas yang akan memanjakan lidah berikut ini. Check them out!
Memang, di banyak kota lain kamu juga bisa menikmati kuliner yang satu ini. Akan tetapi, bukankah akan sangat afdol jika bisa menikmati Mi Aceh di tempat asalnya? Mi Aceh dikenal dengan rasanya yang pedas. Mi Aceh sendiri merupakan mie kuning tebal yang cenderung kuat pada bumbunya. Sebagaimana olahan mi lain di Indonesia yang mengenal goreng dan kuah, demikian pula dengan Mi Aceh.
Mi Aceh umumnya kaya varian penyajian, antara lain irisan daging sapi, daging kambing, di beberapa tempat bahkan ada daging rusa. Selain itu, penyajian dengan seafood seperti udang, cumi, hingga kepiting juga bukan hal aneh. Mi Aceh selain sebagai kekayaan kuliner juga tampak sebagai wujud perbaduan budaya lokal dan asing yang masuk pada masa lampau.
Mie dikenal sebagai pengaruh Tionghoa, bumbu yang begitu kental identik dengan India, meskipun untuk Mi Aceh ada perbedaan bermakna dengan kare sebagai wujud penyesuaian. Varian seafood sendiri begitu kental dengan posisi Aceh yang dikelilingi pantai.
Beberapa tempat untuk mendapatkan Mi Aceh yang memiliki cita rasa prima, antara lain Mie Midi Peuniti, Mie Ayah Simpang Lhong Raya, serta Mie Razali.
Kuliner yang satu ini dari namanya sudah kelihatan kalau berbahan dasar tangkap, eh, ayam. Sebagaimana kuliner lain di Sumatera yang kaya bumbu, demikian pula dengan Ayam Tangkap yang melibatkan bawang merah, bawang putih, cabai hijau, dan daun temurui.
Keunikan kuliner ini adalah penyajian daun temurui yang begitu banyak sehingga ayamnya jadi tampak tertangkap. Untuk dapat menikmati Ayam Tangkap, kamu bisa menyambangi RM Cut Dek, RM Hasan, dan RM Aceh Rayeuk.
Mari untuk tidak memperdebatkan kuliner yang berwujud martabak dalam hal ini. Sebagaimana diketahui bahwa terjadi perdebatan panjang dan berlarut-larut soal martabak manis dan martabak telur. Terutama bahwa yang disebut martabak manis itu sering relevan dengan terminologi kue terang bulan meskipun menurut riwayat aslinya di Bangka sana kuliner tersebut bernama Hok Lo Pan.
Mari fokus saja pada konteks martabak telur, atau di bagian lain Sumatera disebut sebagai martabak Mesir. Kombinasi tepung terigu, telur, sayuran, dan daging yang diolah serta disajikan secara unik ini cukup identik dengan berbagai daerah di Indonesia, berikut beberapa perbedaan kecil dalam penyajian.
Martabak telur ada yang dimakan dengan kuah, ada pula dengan acar. Nah, kalau di Aceh, martabak telur disajikan dengan acar bawang, meskipun juga cocok kalau disantap dengan kuah kari. Satu hal yang sedikit berbeda antara martabak Aceh dengan varian lain di Indonesia adalah bentuknya yang mirip telur dadar. Hal itu terjadi karena kulit martabak ada di dalam dengan telur ada di bagian luar. Jadi, kurang lebih “martabak” versi daerah lain dibungkus dengan telur.
Canai tentu bukan makanan khas Aceh. Akan tetapi, Canai Mamak Kuala Lumpur merupakan rumah makan yang dimiliki oleh warga asli Aceh, terinspirasi dari pengalamannya ketika bekerja di Kuala Lumpur dan terbilang menjadi salah satu tempat kuliner kondang di Banda Aceh.
Tempat Canai Mamak Kuala Lumpur ini sendiri dahulu adalah warung kopi, sebagaimana kita mengetahui bahwa Aceh sangat identik dengan kopinya. Bertahun-tahun disewakan ke pengguna lain, akhirnya keluarga sang pemilik yang kembali setelah bekerja di KL memanfaatkannya untuk membuka tempat ini.
Faktor kedekatan geografis dengan Malaysia juga menjadi pendukung kuliner ini cukup digemari, ditunjang pula dengan harga yang cukup miring dan fasilitas yang sangat oke untuk nongkrong. Beberapa varian roti canai yang tersedia adalah canai kosong kari, canai srikaya, hingga canai coklat. Selain canai, tempat ini juga menyediakan kuliner khas Malaysia lainnya.
Ikan kayu dalam bahasa lokal disebut keumamah. Konon katanya, kuliner ini lahir ketika Aceh sedang dilanda perang yang menyebabkan warga harus selalu siaga tapi juga harus tetap mampu bertahan hidup antara lain dengan memiliki makanan yang awet. Ikan kayu sendiri sejatinya merupakan ikan tongkol yang diolah sedemikian rupa dalam beberapa hari, meliputi penaburan garam, pembuangan tulang belulang ikan, penjemuran, perajangan, hingga penjemuran kembali.
Pengolahan ikan kayu juga menjadi solusi ketika hasil tangkapan tongkol dari laut berlimpah dan tidak bisa langsung terjual melalui mekanisme pasar, apalagi pada zaman belum ada freezer, ikan tangkapan dari laut akan cepat busuk. Pengolahan menjadi ikan kayu menjadi solusi praktis untuk setidaknya mempertahankan nilai ekonomis dari tangkapan ikan.
Ikan tongkol yang telah diolah menjadi ikan kayu dapat bertahan hingga 2 tahun tanpa mengurangi citarasa aslinya. Nah, untuk dikonsumsi, ikan kayu tentunya perlu diiris tipis-tipis, direndam dalam air, lantas dimasak dengan bumbu.
zaman dahulu, ikan kayu ini setara rendang buat orang Minang dalam upaya untuk naik haji. Dari nusantara ke tanah suci naik kapal laut kan hitungannya bulan. Nah, makanan inilah yang dibawa sebagai bekal perjalanan. Ikan kayu identik sebagai salah satu panganan oleh-oleh dari Aceh, tentunya selain kopi. Hampir setiap toko oleh-oleh pasti menyediakan kuliner yang satu ini. Jadi jelas bahwa tidak boleh dilewatkan.
Sate ini sekilas tampak seperti sate-sate lain di Indonesia seperti di Madura atau Padang. Akan tetapi, di Aceh penyajiannya terbilang berbeda plus tentu saja ada kekhasan tersendiri. Kalau melihat namanya, kita tidak akan melihat daging yang matangnya berbeda dengan sate-sate lain di Indonesia. Dibakarnya ya seperti sate lainnya, kecuali Sate Padang, tentu saja. Kenapa tidak berbeda? Tentu saja karena kata ‘matang’ bukan tentang kematangan sate itu sendiri, melainkan dari Kota Matang Geuleumpang Dua di Bireuen yang konon merupakan tempat pertama kali sate ini diperkenalkan oleh penjualnya.
Bahan dasarnya adalah daging, bisa kambing, bisa juga sapi. Nah, kalau belinya juga bisa dicampur. Jadi dari 10 tusuk, bisa 5 kambing dan 5 sapi. Jadi seluruh cita rasa dapat diperoleh. Kalau dagingnya diolah dengan cara yang sama, lantas apa bedanya? Nah, Sate Matang ini punya konsep 4 jenis makanan dalam 1 penyajian. Sate disajikan bersama dengan kuah semacam kuah soto plus bumbu kacang. Satu makanan lagi tentu saja karbohidrat dalam diri lontong atau nasi.
Perpaduan bumbu kacang, kuah, serta sate terbilang bukan hal umum dalam kancah per-sate-an di Indonesia. Hal itulah yang menciptakan citarasa sekaligus pengalaman yang unik. Sekilas tampak nggak nyambung, tapi kalau dicoba, wah, maknyus kalau kata Pak Bondan. Jika Anda tertarik untuk mencobanya, tempat untuk menjajal Sate Matang yang enak adalah di Peunayong, tidak jauh dari toko oleh-oleh. Di situ ada 2 warung Sate Matang yang bersebelahan.
Selain kuliner-kuliner tersebut, sekadar nasi goreng di Lapangan Blang Padang juga opsi menarik untuk wisata kuliner sambil duduk gelap-gelapan bersama dengan pengunjung lainnya. Bisa dipastikan bahwa kalau ke Banda Aceh, kamu tidak akan kehabisan tempat untuk berkeliling menikmati kuliner khas dan dengan suasana yang juga khas.
Jadi, mau makan apa di Banda Aceh?
Artikel kiriman: Arie Sadhar
Ingin liburan murah dan nyaman? Tentunya itu impian semua orang. Untuk mewujudkannya, buruan download aplikasi OYO Hotels di sini dan dapatkan promo dan diskon setiap hari. Asik kan?
Please go back to portrait mode for the best experience
Comments are closed here.